Komando Turun Sawah Kecamatan Labakkang Mappalili Terbesar Pangkep

oleh
oleh

Komando Turun Sawah Kecamatan Labakkang Mappalili Terbesar Pangkep

Pangkep-makassarpena.com. Mappalili musim tanam tahun 2023 Kecamatan Labakkang berlangsung di rumah adat Balla Kalompoang Kelurahan Labakkang Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, pada Senin 27 November 2022.

Mappalili Kecamatan Labakkang adalah komando turun sawah musim tanam pertama kali tiap tahun yang dipersiapkan lewat acara A’tudung Sipulung (musyawarah) sebelumnya dengan pembacaan sejarah seluk beluk dan latar belakang Mappalili kaitannya dengan Kekaraengan (kekerajaan) Labakkang yang dibacakan oleh Ketua Lembaga Adat.

Acara A’tudang Sipulung tersebut berlangsung pada malam Senin (26/11/23) yang dipandu Camat Labakkang Bahri dihadiri Wakil Bupati Pangkep beserta jajaran petinggi Kabupaten Pangkep lainnya, Karaeng Siallo, Pinati, Raja-Raja Maros, Danramil, Kapolsek, KUA, para Lurah dan Kepala Desa beserta jajaran, personil petugas Kekaraengan Labakkang, para tokoh, petani dan warga masyarakat serta undangan lainnya.

Mappalili Kekaraengan Labakkang yang terus dipertahankan terjaga kelestariannya sejak jaman raja-raja Lombassang yang kemudian berubah menjadi Labakkang, puluhan bahkan ratusan tahun silam adalah merupakan terbesar se Kabupaten Pangkep dibanding Mappalili yang ada dan dilakukan ditempat-tempat lainnya bahkan dari beberapa tempat di wilayah-wilayah lainnya di luar Pangkep, sebagaimana disampaikan Wakil Bupati Pangkep Syahban Sammana pada acara Atudang Sipulung tersebut.

Komando turun sawah Mappalili ini dari Balla Kalompoang Kelurahan Labakkang menuju sawah adat di Desa Manakku oleh Karaeng Sialloa (Raja Sehari) Mukhtar didampingi Pamangku adat Karaeng Pinati Muh Syawir yang lebih dikenal dengan Musawwir diikuti Ketua Lembaga Adat A. Syukri Karaeng Rahmad beserta jajarannya yang ditentukan berdasarkan tata cara secara khusus sesuai dengan tradisi budaya turun temurun yang berlaku di lingkungan raja-raja Labakkang.

Iring-iringan yang dikawal dan didampingi para tokoh dan pasukan khusus, Camat Labakkang pejabat pemerintah lainnya, para keluarga raja, turunan raja, kerabat dan tamu bahkan dalam rangkaiannya dihadiri para Kakaraengan (kerajaan) tamu dari luar daerah, provinsi, maupun manca negara, aparat keamanan, serta para tamu undangan.

Sebagaimana disampaikan oleh Pinati Karaeng Musawwir bahwa, kegiatan Mappalili ini diawali mulai setelah rapat yang pertama di Kecamatan Labakkang yang dihadiri oleh Camat, Danramil, Kapolsek dan para tokoh masyarakat, tokoh agama yang dihadirkan untuk mendengarkan putusan hari Mappalili dan tanggal yang ditentukan oleh Pinati.

“Mappalili mulai dari melakukan pembersihan pusaka yang dibersihkan dari dalam kotak yang hanya bisa keluar satu tahun satu kali di Kalompoang pada jam 02.00 siang,” katanya.

Musawwir juga mengatakan, penjemputan Karaeng Sialloa yang menggantikan Karaeng yang sebenarnya dalam hal ini sama perpaduan dari Karaeng berputar istilah jadi Camat (saat ini) dijemput dari rumah pribadinya dan diarak ke rumah adat Kalompoang untuk didudukan dan dia duduk tidak tidur sampai pagi.

“Setelah itu A’tudang Sipulung pertemuan persiapan Mappalili oleh warga masyarakat berdasarkan adat istiadat tradisi budaya Kekaraengan Kecamatan Labakkang yang juga dihadiri oleh beberapa pejabat petinggi yang ada di Kabupaten Pangkep,” katanya.

Lanjut Musawwir, pada subuh dini hari tadi diaraknya Kalompoang dari rumah adat Kalompoang dari wilayah Kelurahan Labakkang menuju sawah ritual tempat Mappalili yang dilakukan untuk pertama kali turun sawah dan kembali lagi di rumah adat dengan perpaduan padi yang dibawa ke sana dua ikat dan dikembalikan dua ikat sebagaimana sawah yang ditanami lebih banyak nanti hasilnya.

Menurut Pinati Karaeng Musawwir bahwa, pada malam satu hari sebelumnya Bupati Pangkep Muhammad Yusran Lalogau (MYL) telah datang melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang membahas permasalahan tentang perkembangan pertanian yang ada di Kecamatan Labakkang dan berbagai pertanyaan tentang permintaan bagaimana pupuk yang digunakan, bagaimana padi yang digunakan sehingga para petani bisa memenuhi apa yang dibutuhkan dari pemerintah sebagai bantuan-bantuan pada petani untuk mencerahkan pertaniannya, namun bukan bagian dari ritual pinati.

Oleh Karaeng Siallo dijelaskan bahwa, maknanya itu pembersihan benda pusaka kerjaan yang sekali setahun untuk kawal padi dimaknai sebagai bibit diarak keluar ke sawah dikasih kembali, supaya hasilnya akan melimpah yang dibawa dengan alat-alat persawahan yang membawa payung dan segala rupa itu juga pembawa simambung kiri kanan ikut serta dengan pusaka yang semacam kasur kecil itu.

Ditambahkan Karaeng Rahmat, kalau rangkaian acara Mappalili menurut sejarah itu dilaksanakan sepekan (7 hari 7 malam), memang ada rangkaian acara itu pada masa Karaeng setiap harinya ada semacam terjadwal pada acara Mappadendang dan sabung ayam kala itu, namun saat sekarang ini, itu kita laksanakan dua tiga hari tapi tidak merusak atau mengurangi makna dari pada ritual Mappalili.

“Kegiatan 2 hari ini persiapan-persiapan acara penjemputan Karaeng Siallo, namun sebelum itu ada acara bersih-bersih benda pusaka sekali setahun dilakukan kemudian ba’da ashar itu sudah ada istilah menjemput dengan aturan-aturan termasuk memakai baju hitam tidak pakai sendal (tidak pakai alas kaki), ada memang pemerintah masa lalu itu di Karaeng Labakkang itu Gasing katakanlah sekarang ini Lurah atau Desa dulu istilah Lo’mo istilahnya sudah berketetapan itu Lo’mo Maccini Baji dengan Lo’mo Petalasang serta menjemput Karaeng sialloa,” paparnya.

Sambung Karaeng Rahmad, makna saling melempar lumpur itu adalah semacam tanda semua terlibat orang di Pangkep ini karena turun sawah ya kita harus kotor, Raja Siallo sasaran empuknya adalah diserang untuk dilempari tak terkecuali biar Raja harus kotor demi keseriusan menggarap sawah agar hasil melimpah dan berkah.

Usai perang lumpur yang dilakukan sejak subuh hingga pagi di sawah adat Mappalili, maka rombongan kembali ke Balla Kalompoang memperebutkan padi bibit untuk dibagikan kepada semua warga masyarakat, dan di dalam ruangan penyimpanan benda pusaka juga dibagikan air yang diyakini sebagai penjernih hati serta minyak bau, minyak keselamatan bagi masyarakat oleh petugas tertentu. (hamza)

 

No More Posts Available.

No more pages to load.