PELAYANAN  POLRI SEMAKIN JAUH DARI MASYARAKAT

oleh
oleh

MENYONGSONG HARI BHAYANGKARA KE 77

” PELAYANAN  POLRI SEMAKIN JAUH DARI MASYARAKAT ”

Oleh:  UPA LABUHARI, SH, MH

makasssrpena.com. Semarak hari Bhayangkara ke 77, yang akan jatuh pada hari Saptu  1 Juli 2023,  begitu mewarnai hampir semua lingkup kerja Polri diseluruh  Indonesia. Sayangnya semarak ini tidak diikuti dengan semarak prestasi kerja jajaran berbaju coklat, baik itu pelayanan masyarakat maupun pengungkapan tindak kriminal yang terjadi setiap hari di  tengah masyarakat.

Kalaupun ada pengungkapan itu tidak sebanding dengan apa yang dipercayakan  masyarakat sebagai abdi utama negara dalam  menjaga keamanan warga dari rongrongan pelaku kejahatan. Juga tidak sebanding dengan nilai rupiah yang sudah diberikan masyarakat lewat negara kepada seluruh jajaran Polri yang jumlahnya ratusan triliun rupiah setiap tahun.

Akibat dari ketidakseimbangan antara harapan masyarakat dengan prestasi yang dicapai oleh jajaran Polri sekarang ini, timbul pomeo ditengah masyarakat yang tidak diinginkan oleh jajaran Polri  maupun masyarakat pada umumnya.

Pameo  yang sangat tidak mengenakkan itu menyebutkan, ” jika tidak ingin kecewa dua kali atas tindakan penjahat, janganlah masyarakat melaporkan  peristiwa kejahatan yang dialami itu  ke polisi, karena kecewalah yang akan didapatkan”.

Pameo ini sepertinya tidak merobah keprihatinan masyarakat terhadap kinerja Polri sejak  50 tahun lalu,  Di kala  awal era orde baru  di tahun 1970,  banyak masyarakat korban kejahatan  menyebut,  ” jika kehilangan seekor kamping  jangan lapor ke Polisi karena kambingnya tidak bakal ketemu. Tapi ongkos pelaporannya akan membuat dua kali kerugian dari harga kambing yang hilang itu sendiri’’.

Sungguh memprihatinkan masyarakat pencari keadilan atas lembaga kebanggaan masyarakat yang dari dulu sangat diharapkan perannya dalam menjaga keamanan masyarakat di tanah air, tapi sampai sekarang  keadaannya tidak berubah-rubah dari tahun ke tahun, walaupun pimpinan Polri sudah menggunakan segenap tenaga untuk merobah pola kerja petugas di lapangan dari  yang buruk menjadi lebih baik dengan sebutan Polisi  presisi, prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.

Kata responsibilitas dan transparansi berkeadilan itu sendiri  menyertai pemolisian prediktif seperti yang ditekankan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo, ketika memperkenalkan model kinerja Polri diawal kepemimpinannya pada Januari tahun 2021. Model Polisi Presisi ini ditampilkan ke masyarakat    agar setiap anggota Polri dimanapun mereka bertugas  mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab serta berkeadilan.

Penekanan  arti Polri Presisi ini, adalah sangat ideal di zaman sekarang ini untuk kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia yang jumlahnya kurang lebih 270 juta orang.

Sayangnya Polri Presisi ini hanya dimaknai oleh Kapolri dan jajaran stafnya sendiri di Mabes Polri maupun para Kapolda di daerah.  Jajaran pelaksana di lapangan belum memaknainya dengan baik sehingga timbul keluhan di tengah masyarakat pencari keadilan dan menimbulkan pameo seperti yang disebutkn di atas.

Salah satu contoh tidak mendekatnya Polisi sekarang dengan masyarakat pencari keadilan adalah Ketika seorang petani yang ‘’buta hukum’’bernama Jamli, penduduk Desa Kelinjau Ulu Kutai Timur   mengadu di Sentra Pelayanan Terpadu Polda Kalimantan Timur  pada Senin,  19 Juni lalu.

Petani ini yang kelihatannya lelah setelah melakukan perjalanan dengan angkutan umum selama  lima jam perjalanan dari Kutai Timur ke Balikpapan  datang mengadu bersama seorang adiknya dari Samarinda .

Pada awal penerimaan pengaduan berlangsung dengan ramahnya oleh seorang petugas berpangkat Brigadir Polisi, tetapi ketika pengadu diperiksa secara cermat oleh dua anggota piket Reserse Kriminal Umum Polda Kaltim   untuk dimintai keterangannya tentang peristiwa  yang dialaminya, penyidik mulai mempersoalkan tidak adanya surat pengaduan pelapor yang dibawa secara lengkap untuk disampaikan kepada Direktur Reserse Polda Kaltim.

‘’ Kami petugas piket hari ini belum dapat membuat surat pengaduan korban karena tidak ada laporan lengkap yang dibuat oleh pengadu kepada Direktur Reserse Polda Kaltim,’’ katanya sambil menambahkan untuk sementara mereka hanya bisa membantu pelapor untuk dibuatkan surat laporan kepada Direktur Reserse Polda Kaltim.

Selebihnya, seperti membuat bukti adanya pelaporan,  pihaknya tidak bisa membuatnya. “Nanti datang lagi  setelah keluar surat jawaban dari Direktur Reserse Polda Kaltim ,’ katanya menyakinkan korban.

Cara penerimaan pengaduan seperti ini menurut penulis adalah suatu pertanda bahwa pola kerja Polisi sekarang tidak seperti yang dimaksud dalam Polisi Presisi, mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab serta berkeadilan.

Tata cara pelaporan seperti ini boleh dikatakan, semakin membuat jarak jauh antara korban kejahatan dengan petugas Polisi  yang punya semboyan siap menerima pengaduan masyarakat korban kejahatan untuk ditindak lanjuti .

Sepertinya anggota Polri dilapangan, tidak siap memberi bantuan pertolongan kepada masyarakat korban kejahatan secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab serta berkeadilan.

Dengan demikian dapat dikatakan, Polisi Presisi hanya sekedar pemanis dimulut pejabat Polri. Sementara bagi petugas di lapangan yang berhadapan langsung dengan masyarakat pencari keadilan ‘’Polisi Presisi’’, dimaknai sebagai suatu slogan saja yang tidak perlu dilaksanakan  dengan setulus hati.

Contoh sederhana ini yang mencatat bahwa Polri sekarang ini semakin jauh dari mottonya sebagai pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat.

Diperjelas lagi terlihat ketika ketua PPPSRS Puri Kemayoran Jakarta Pusat setahun lalu mengadu ke Polres Jakarta Pusat tentang adanya sekelompok orang yang menghimpun dana pembiayaan Iuran dari masyarakat penghuni apartemen Kemayoran ke dalam  rekening pribadi sebagai perbuatan melanggar Undang Undang nomor 9 tahun 1961 dan Peraturan Menteri Sosial nomor 8 tahun 2021 tentang larangan menghimpun dana masyarakat tanpa izin pemerintah .

Tapi lerbuatan pidana ini menurut penyidik dan Kapolres Jakarta Pusat, tidak bisa ditingkatkan penyelidikannya karena tidak ditemukan dua bukti sebagaimana dimintakan oleh Hukum Acara Pidana. Padahal jika dilihat secara kasat mata dua bukti yang dimintakan oleh hukum acara pidana terpenuhi dalam laporan ini.

Pertama ada bukti tanda lapor warga yang setiap bulan diwajibkan menyetor dana ke rekening bank BCA pelaku. Kedua ada bukti pernyataan bank BCA bahwa rekening itu dibuka bukan untuk menampung uang masyarakat penghuni apartemen Puri Kemayoran. Tapi rekening ini dibuka oleh pelaku untuk menghimpun dana bisnisnya.

Dari sini terlihat bahwa Polisi Presisi yang dicanangkan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo  tidak berlaku di Polres Jakarta Pusat untuk mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif,humanis,.transparan, bertanggung jawab serta berkeadilan.

Lebih parah lagi jika melihat laporan seorang janda tua berumur 80 tahun di daerah Labuanbajo Nusatenggara Timur. Nenek tua ini sudah lebih 10 tahun mengadu ke Polda NTT akan surat surat tanah yang dimiliki di palsukan oleh seorang pengusaha kaya di Labuan Bajo NTT. Hasil laporan ini belum ada kepastiannya walaupun sudah pernah pelaku dinyatakan sebagai tersangka yang kemudian dianulir oleh penyidik lainnya.

Contoh-contoh diatas memperjelas bahwa Polisi Presisi yang dicanangkan oleh Kapolri Listyo Singit Prabowo, masih jauh dari harapan masyarakat. Untuk itu ada baiknya kalau di hari Bhayangkara ini , semua jajaran Polri kembali membulatkan tekadnya melaksanakan Polisi Presisi untuk mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif ,humanis, transparan, bertanggung jawab serta berkeadilan bagi semua masyarkat pencari keadilan di tanah air.

Caranya tidak sesulit mencari jarum di lapangan bola. Cukup membenahi satuan Reserse dari tingkat Polsek sampai Mabes Polri sebagai garda terdepan Polisi  bertemu dengan masyarakat  pencari keadilan. Hukum penyidik yang tidak melaksanakan Polisi Presisi  sebagai pelanggar kode etik Kepolisian. Sebab lebih baik Polisi kehilangan 100 orang anggota dari pada setiap hari mendapat kritikan dari masyarakat pencari keadilan.

Selamat Menyongsong Ulang Tahun ke 77 Polisiku. Jadilah Bhayangkara Abdi Utama Negara.

***. Penulis praktisi hukum dan wartawan  di Jakarta***

 

No More Posts Available.

No more pages to load.