Catatan dari Pelatihan Produksi Konten Dakwah Digital Muhammadiyah (3):
Generasi Muda Mencari Konten Dakwah Yang Lebih Dari Sekadar Hiburan
Oleh: Asnawin Aminuddin
(Majelis Tabligh Muhammadiyah Sulsel)
Yogyakarta-makassarpena.com. Pelatihan Produksi Konten Dakwah Digital yang diadakan Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, 1-3 Desember 2023, menghadirkan Ismail Fahmi, PhD sebagai pemateri.
Ismail Fahmi yang kelahiran Bojonegoro tahun 1974, adalah Founder PT Media Kernels Indonesia, Drone Emprit Company, Inisiator Indonesia DLN (Digital Library Network) pertama di Indonesia, Mengembangkan Ganesha Digital Library (GDL), dan Mendirikan Knowledge Management Research Group (KMRG) ITB.
Lulusan S1 Teknik Elektro ITB Bandung, S2 dan S3 Information Science, Universitas Groningen, Belanda, sekarang Dosen tetap Magister Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia (UII).
Dalam kepengurusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ismail Fahmi masuk pengurus Majelis Pustaka, Informasi, dan Digital, sedangkan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, ia juga masuk di Komisi Kominfo.
Pada pelatihan Produksi Konten Dakwah Digital di Yogyakarta, Ismail Fahmi membawakan materi “Pemanfaatan Media Sosial untuk Kegiatan Tabligh Muhammadiyah.”
Ismail mengatakan, fenomena yang terjadi saat ini yaitu masyarakat yang berubah dalam perspektif ekonomi. Pertumbuhan ekonomi masyarakat jarang dikaitkan dengan kecenderungan beragama dan tingkat spiritualitasnya.
“Dalam konteks masyarakat Indonesia, melihat korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan kecenderungan beragama ini menjadi sangat penting, karena kekhususan konteksnya, terutama fenomena munculnya new born muslims atau komunitas hijrah,” kata Ismail.
Kemudian dari hijrah ke healing. Saat ini terdapat kecenderungan perubahan dalam perilaku beragama yang cukup signifikan.
“Jika tradisionalnya keberagamaan seringkali dikaitkan dengan kepatuhan terhadap dogma dan ritual keagamaan yang formal, masyarakat modern cenderung mengeksplorasi sisi spiritual yang lebih personal dan inklusif,” papar Ismail.
Masyarakat sekarang cenderung individualisme dan personalisasi. Orang-orang di zaman modern lebih menekankan pada “perjalanan spiritual pribadi” dibanding sekadar mengikuti aturan dan dengan keagamaan secara mekanis. Kecenderungan untuk melakukan fatwa shopping.
Orang-orang modern juga berada pada situasi pluralisme dan toleransi. Adanya akses informasi yang luas membuat masyarakat lebih terbuka terhadap berbagai tradisi dan kepercayaan lain. Orang merasa atau bahkan menggabungkan elemen dari berbagai tradisi keagamaan atau spiritual.
Kemajuan teknologi juga berpengaruh terhadap spiritual orang-orang modern. Media sosial, aplikasi, dan platform online lainnya menyediakan sarana baru untuk praktek spiritual.
“Orang-orang sekarang bisa mengakses konten keagamaan dan spiritual dari seluruh dunia, berpartisipasi dalam komunitas online, atau bahkan mengikuti ibadah dan meditasi secara virtual,” ungkap Ismail.
Fenomena lain yaitu fleksibilitas ritual. Dalam masyarakat modern, kekakuan dalam menjalankan ritual keagamaan mulai ditinggalkan. Misalnya, beberapa orang memilih untuk bermeditasi sebagai bentuk doa atau mengikuti yoga sebagai bagian dari perjalanan spiritual mereka.
Ada juga yang memilih untuk mengambil elemen dari berbagai tradisi keagamaan atau filosofi untuk menciptakan sistem kepercayaan yang unik dan personal. Mereka mungkin tidak mengidentifikasi diri dengan satu agama atau tradisi secara eksklusif tetapi merasa nyaman mengambil aspek tertentu dari berbagai tradisi.
Orang-orang modern kemudian menyelaraskan dengan ilmu pengetahuan. Beberapa orang mencoba untuk menemukan titik temu antara kepercayaan spiritual dan pemahaman ilmiah.
“Misalnya, konsep seperti kesadaran, energi, dan keberlanjutan lingkungan, seringkali dibahas dalam konteks yang merangkul, baik keagamaan maupun ilmu pengetahuan,” kata Ismail.
Pertanyaannya, bagaimana strategi dakwah Muhammadiyah di zaman modern dan di era digital saat ini?
“Strateginya yaitu Muhammadiyah butuh tokoh yang akan ditampilkan, selanjutnya menentukan topik dakwah, medium dakwah, serta target yang akan dicapai,” kata Ismail.
Muhammadiyah perlu tokoh-tokoh baru. Saat ini top of mind tokoh Muhammadiyah masih itu-itu saja. Muhammadiyah perlu menghasilkan tokoh-tokoh baru lintas bidang yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan publik. Bukan hanya tokoh agama, penceramah, atau intelektual, melainkan perlu meluas ke berbagai bidang lain, mulai dari seni, budaya, politik, bisnis, dan lainnya.
“Muhammadiyah perlu lebih terbuka ‘menyambut’ dan ‘mengklaim’ banyak tokoh lintas bidang,” ujar Ismail yang merupakan pencipta Drone Emprit.
Drone Emprit adalah alat untuk memonitor percakapan netizen di media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram dan TikTok, dan juga memonitor pemberitaan di media online berdasarkan kata kunci, nama tokoh, dan nama peristiwa.
TikTok dan Gen Z dalam Belajar Agama
Berdasarkan penelitian tentang TikTok dan Gen Z dalam belajar agama, ada empat poin yang ditemukan, yaitu pertama, materi agama di TikTok menarik karena sesuai dengan hasrat dan gaya belajar generasi Z, serta materi agama yang ditampilkan menjadi lebih ‘hidup”.
Kedua, belajar agama melalui TikTok mudah dipahami karena ditampilkan secara kreatif, sederhana, tidak bertele-tele dan bervariatif.
Ketiga, generasi Z mengakses TikTok selama 2 sampai 5 jam perhari.
“Keempat, implikasi TikTok terhadap minat belajar agama generasi Z adalah memotivasi untuk beribadah dengan baik, menumbuhkan semangat dan rasa ingin tahu untuk belajar lebih dalam tentang ilmu agama, dan memberikan pengetahuan keagamaan baru.
Strategi Pemanfaatan Medsos untuk Tabligh Muhammadiyah
Untuk meningkatkan kehadiran dan pengaruh Muhammadiyah dalam dakwah digital, khususnya di platform TikTok, strategi yang konprehensif dan multifaset (banyak segi) perlu diimplementasikan.
Ada sepuluh poin analisis dan strategi yang dapat dipertimbangkan, yaitu pertama, identifikasi target audiensi: mengenali demografis dan kebutuhan generasi milenial atau gen Z sangat penting. Ini termasuk memahami kecendrungan, nilai, dan cara komunikasi yang mereka baik.
“Kedua, pengembangan konten yang relevan dan menarik. Konten harus disesuaikan dengan platform TikTok, yang berarti pendek, menark, dan visual. Menggunakan format video pendek, meme, cerita inspiratif, dan pembelajaran singkat yang mudah dicerna.
Ketiga, pemanfaatan tokoh muda dan influencer. Menggandeng tokoh muda Muhammadiyah yang memiiki pengaruh di media sosial untuk menjangkau audiens yang lebih luas, khususnya generasi muda. Kolaborasi dengan influencer yang memiliki niai dan visi yang sejalan juga dapat meningkatkan jangkauan.
Keempat, pelatihan produksi konten digital. Melalui pelatihan yang didukung LazisMu PP Muhammadiyah, anggota dan simpatisan dapat dilatih untuk membuat konten digital yang berkualitas, yang meliputi penulisan, produksi video, hingga strategi media sosial.
Kelima, strategi tagar yang efektif. Penggunaan tagar yang kreatif dan relevan dapat meningkatkan visibilitas di TikTok. Selain itu, menciptakan tagar khusus untuk kampanye atau event tertentu akan membantu meningkatkan engagement.
Keenam, interaksi dan komunitas. Membangun komunitas di TikTok melalui interaksi yang konsisten, seperti menjawab komentar dan pesan, serta mengadakan live session atau Q&A secara rutin.
Ketujuh, konten yang berorientasi pada edukasi dan inspirasi. Selain konten religius, menyediakan konten yang berfokus pada edukasi umum, kesehatan mental, dan inspirasi dapat menarik minat generasi muda yang mencari lebih dari sekadar hiburan.
Kedelapan, analisis dan adaptasi. Secara rutin menganalisa performa konten dan strategi yang digunakan, lalu mengadaptasi berdasarkan feedback dan tren terkini.
Kesembilan, kolaborasi dan sinergi. Mencari kemungkinan kolaborasi dengan lembaga atau komunitas lain yang memiliki nilai dan tujuan yang sejalan untuk memperluas jangkauan dan efektivitas.
Kesepuluh, penggunaan teknologi dan platform lain. Selain TikTok, interaksi dengan platform lain seperti YouTube, Instagram, dan Facebook, juga penting untuk menjangkau audiens yang lebih banyak dan beragam.
“Pendekatan ini perlu dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan untuk memastikan Muhammadiyah mampu bersaing dalam dakwah digital, khususnya di era serba digital saat ini,” kata Ismail Fahmi. (bersambung)