SIAPA YANG MENYEWAKAN GEDUNG PWI SULSEL HINGGA DISEGEL 

oleh
oleh

SIAPA YANG MENYEWAKAN GEDUNG PWI SULSEL HINGGA DISEGEL

Oleh UPA LABUHARI SH MH

Mencari jawaban dari judul pertanyaan di atas, sebenarnya tidaklah sesulit mencari jarum yang jatuh di lapangan atau stadion olahraga. Pertanyaan di atas dapat dengan mudahnya dijawab, semudah membalik tangan.

Dengan membaca akte perjanjian sewa menyewa nomor 62 yang dibuat dihadapan notaris Rasyida Usman SH, MKn, seorang notaris di Kabupaten Gowa Sulsel tertanggal 13 Oktober 2015, terjawab seluruh pertanyaan judul tulisan di atas, bahwa yang menyewakan adalah pihak pertama dalam akte tersebut.

Di awal akte ini disebutkan, pada tanggal seperti yang disebutkan diatas  telah bersepakat seorang pria kelahiran Kota Ujung Pandang pada tanggal 4 Juli 1956 yang dikenal bernama Haji Zulkifli Gani Ottoh SH ,  bertindak sebagai Ketua Pengurus PWI Sulawesi Selatan sebagai pihak pertama untuk melakukan sewa menyewa sebuah ruangan seluas 200 meter persegi yang terletak di Gedung PWI Sulsel dengan tuan Kristanto Inwahyudi selaku kuasa anggara Hans Prawira Presiden Direktur PT Sumber Alfaria Trijaya sebagai pihak kedua.

Dalam akte sewa menyewa itu terdapat 20  pasal perjanjian. Pada pasal  satu disebutkan, sewa menyewa ini dilakukan dan diterima untuk jangka waktu lima tahun terhitung dari tanggal 14 Oktober 2015 dengan nilai sewa setiap tahunnya Rp 140 juta  sehingga berjumlah Rp 700 juta, tidak termasuk pajak penghasilan ( Pph) sebesar 10 persen.

Pada pasal  ini juga disebutkan bahwa uang sewa sebesar Rp 700 juta itu paling lambat ditransfer ke rekening BNI nomor 6254456663 atas nama Masjid Wartawan PWI  Sulawesi Selatan seminggu setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Dan materi yang sangat luar biasa dibahas  dalam akte perjanjian tersebut terdapat dalam pasal sembilan yang menyebutkan, pihak pertama dalam hal ini Ketua PWI Sulsel menjamin kepada pihak kedua  bahwa gedung yang disewakan itu adalah milik pihak pertama yang belum pernah diperjualbelikan ataupun disewakan.

Kalau ini benar isi perjanjian ini sangat luar biasa pihak pertama, dia pemilik Gedung PWI Sulsel yang beralamat di jalan AP. Pettarani nomor 31 Makassar. Dia boleh dikategorikan wartawan terkaya di Indonesia karena memiliki bangunan gedung  dan luas tanah sebesar 3000 meter persegi yang harganya setiap meter diatas Rp 50 juta.

Karena kepemilikannya  itulah maka pihak pertama dalam perjanjian ini menyatakan seluruh uang sewa  Gedung dimasukkan ke dalam rekening atas nama Masjid Wartawan PWI Sulsel. Siapa pemegang specimen rekening ini untuk dapat dicairkan dana yang ada di dalamnya, sampai hari ini masih misterius.

Dari data akte di atas maka terjawab dengan pasti bahwa yang menyewakan Gedung PWI milik Pemda Sulsel kepada perusahaan  Alfamart di Makassar  adalah oknum Ketua PWI Sulsel sendiri yang kini menjadi Pengurus PWI Pusat dan telah dijatuhi hukuman skorsing  oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat. Dengan demikian  dapat dimengerti mengapa   pemilik gedung dalam hal ini Pemda Sulawesi Selatan menganggap yang menyewakan  gedung ini sebagai orang yang tidak punya etika. Seperti kata orang tua dulu ‘’ Sudah dikasih pinjam tanpa dipungut bayaran, kini disewakan lagi sama orang lain tanpa pemberitahuan sedikitpun.

Dan lebih memprihatikan, uang sewa gedung tersebut tidak disetor ke kas Pemda Sulsel, tapi dimasukkan dalam rekening Mesjid Wartawan PWI Sulsel. Dengan demikian adalah sangat pantas jika Pemda Sulsel sebagai pemilik sah atas Gedung PWI Sulsel nyatakan disegel dan tidak boleh lagi digunakan oleh Pengurus PWI Sulsel  walaupun masih berlaku Surat Keputusan Gubernur Sulsel nomor 371/III/1977  yang ditandatangani oleh Mayor Jenderal Palaguna.

Menjadi pertanyaan lebih jauh setelah terbuka siapa oknum yang menyewakan Gedung PWI Sulsel, apakah uang sewa ini masuk ke kas organisasi PWI Sulsel atau PWI Pusat, sehingga lembaga ini harus menanggung dosa diusir untuk tidak bisa menggunakan lagi gedung tersebut ?. Dari data yang telah muncul ketika berlangsung persidangan kasus ini di Pengadilan Negeri Makassar   dengan membawa korban, seorang wartawan di Makassar bernama Kadir Sijaya karena  harus mendekam dalam Lembaga Pemasyarakatan Makassar selama lima bulan, diketahui tidak satu senpun uang sewa itu masuk ke kas PWI Sulsel.   Dengan demikian uang sewa itu masih ada di rekening BNI sebagai tempat penampungan uang sewa.

Inilah yang perlu dicari oleh peserta kongres PWI yang akan berlangsung di Bandung akhir September mendatang. Sebab tidak sepantasnya uang yang tidak halal ini ada di rekening BNI atas nama Masjid Wartawan PWI Sulsel.  Inilah uang yang menjatuhkan martabat PWI Sulsel sehingga gedung yang selama ini digunakan untuk berkumpul para wartawan se Sulsel kini menjadi sarang burung yang termewah dan terbesar di Sulsel.

Lewat tulisan ini sebagai anggota PWI Jaya, saya menyerankan agar pengurus baru PWI Pusat masa periode 2023-2028, tugas pertamanya adalah membentuk satu tim khusus memeriksa mereka-mereka yang   patut diduga  sebagai penikmat uang sewa ini. Kalau mereka yang diduga terbukti menikmati uang sew aitu  hukumlah mereka dengan kadar kesalahannya. Dan pengurus baru harus melakukan pendekatan  yang baik kepada Pemda Sulsel atas kesalahan yang pernah diperbuat oleh oknum PWI Sulsel menyewakan gedung yang bukan miliknya. Dan memohon agar gedung tersebut dapat digunakan lagi sebagai tempat berkumpulnya para wartawan se Sulsel. .  …Semoga

Penulis watawan dan praktisi hukum di Jakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.