Diskriminasi Terhadap Hak Politik Warga Sulsel
Makassar-makassarpena.com. Berawal dari penjelasan Ketua Bawaslu Kota Makassar Abdillah Mustari, sesuai UU dan Peraturan yang ada secara tersurat tidak ada larangan Ketua RT, RW dan LPM di Kota Makassar yang melarang berpolitik praktis alias menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Sementara itu UU No 7 Tahun 2007 dan Permendagri No 18 Tahun 2018 mengatur bahwa perangkat desa temasuk Kepala Dusun dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dilarang berpolitik praktis. Ironisnya lembaga-lembaga ini sesuai peraturan memiliki tugas dan fungsi yang sama dengan RT, RW dan LPM yang ada di Kota Makassar.
Menyinggung hal tersebut yang dinilai sangat diskriminatif, pakar hukum pidana Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Hasnan Hasbi mengungkapkan, sebenarnya kurang tepat jika dikatakan diskriminasi tapi hanya persoalan beda pengaturan, karena masing-masing memiliki payung hukum yang berbeda.
Ditanya terkait, bahwa mereka semua menerima dana dari pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Pakar hukum pidana itu mengatakan, ada kekeliruan kalau dianggap dana semuanya bersumber dari keuangan negara. Masalah keuangan, tambah Hasnan Hasbi, ada perbedaan tataran, kalau perangkat desa berada di tingkat pusat sedangkan RT, RW dan LPM berada di tingkat Pemerintah Daerah.
Ia menegaskan, lembaga di desa didanai melalui APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), sementara lembaga di kota dibiayai lewat APBD (Anggaran Belanja Daerah).
Lain halnya tanggapan Supriady Tompo, Ketua LSM LPK (Laskar Pembarantasa Korupsi) RI. Ia menegaskan, kecurangan politik memang pada umumnya berawal dari perkotaan, padahal mereka ini seharusnya memberikan contoh yang baik dalam berpolitik, sehingga masyarakat tidak ikut serta dalam money politik.
Sementara pihak Bawaslu Provinsi Sulsel yang diketuai Masrdiana Rusli, sudah berulangkali diupayakan untuk dikonfirmasi terkait permasalahan ini, namun belum berhasil dengan alasan ketuaBawaslu Sulsel masih sibuk di luar Kota Makassar. (darman)