Pengamat: PT. Vale Harus Diaudit Secara Komperhensif, Terkait Pengelolaan PLTA

oleh
oleh

Pengamat: PT. Vale Harus Diaudit Secara Komperhensif, Terkait Pengelolaan PLTA

 

Makassar-makassarpena.com. Aparat Penegak Hukum (APK) diminta turun memeriksa dugaan kerugian negara dalam pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Larona di Kabupaten Luwu Timur karena diduga ada permainan didalam perjanjian antara pemerintah dan PT Vale (Inco saat itu), dimana salah satu isinya adalah menyerahkan pengelolaan PLTA pada negara setelah 20 tahun.

Pengelolaan PLTA Larona sendiri saat ini dipegang oleh PT Vale Indonesia dengan kapasitas produksi listrik sebesar 171,36 Megawatt (MW), sementara pemerintah melalui PLN hanya diberi pengelolaan sebesar 5 MW, meski dalam kontrak karya jelas tertuang seluruh pengelolaan harus diserahkan pada negara.

Menanggapi hal itu, Andi Djemma Center mengadakan diskusi publik dengan mengambil tema ” PLTA LARONA BELUM DISERAHKAN, APAKAH BERPOTENSI MERUGIKAN NEGARA?”. Narasumber dalam dialog tersebut Asmin Syarif, M.Si, Akademisi Insitut Turatea Indonesia (INTI) Jeneponto minta Aparat Penegak Hukum untuk turun mengaudit PT Vale karena patut diduga ada permainan sehingga belum diserahkannya pengelolaan PLTA Larona sehingga diduga ada potensi kerugian negara di dalamnya.

“Patut diduga ada permainan dibalik belum di serahkannya itu (PLTA), sehingga saya meminta APH turun memeriksa dugaan itu karena bisa saja ada potensi merugikan negara,” tegas Asmin Syarif, Senin (26/09/22).

Pengamat pertambangan Jemmy Abdullah dalam dialog tersebut juga mengatakan, banyak ketimpangan yang terjadi di wilayah sekitar lahan konsesi PT Vale, masih banyak warga yang belum menikmati listrik meski ketiga PLTA yang dikelola Vale mampu menghasilkan listrik sebesar 365 MW.

“Saya setuju ada audit secara komperhensif karena berdasarkan fakta lapangan banyak ditemukan bukti yang menguatkan adanya dugaan permainan, sehingga Vale sangat special di mata Pemerintah pusat,” jelas inspektur pertambangan ini

Selain itu Jemmy menambahkan, apa yang di dorong Gubernur Sulsel dengan mengusulkan penolakan perpanjangan kontrak karya Vale adalah tindakan sangat tepat dilakukan oleh seorang pemimpin daerah.

“Apa yang dilakukan pak Gubernur sudah sangat tepat, beliau berdasarkan aspirasi masyarakat dan memang sudah saatnya hal itu dikelola sendiri oleh pemerintah sesuai amanat Undang-Undang dasar 1945 pasal 33 ayat 3. Jadi kita harus mengawal hingga ke pusat,” ujarnya.

Sementara Didit Prananda, Aktivis asal Luwu Raya yang juga Mahasiswa Pascasarjana Unhas mengatakan sejak adanya Inco lalu berubah menjadi Vale belum banyak perubahan yang terjadi di Luwu khususnya Luwu Timur, terbukti menurutnya berdasarkan data BPS Kabupaten Luwu Timur masuk 5 besar daerah miskin di Sulsel.

“Apanya yang berubah signifikan, data BPS menyebutkan terdapat 21 ribu lebih jiwa masih miskin dan bahkan Luwu Timur masuk 5 besar Kabupaten termiskin di Sulsel, itukan miris kalau kita melihat apa yang Vale capai selama 54 tahun,” tegas aktifis ini.

Sebelumnya Kepala Dinas ESDM Sulsel Andi Bakti Haruni mengatakan, PLTA Larona yang memproduksi listrik sebesar 171,36 Megawatt (MW) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya diberikan pengelolaan sebesar 5 MW padahal dalam perjanjian kontrak karya dan Keomen PU dan tenaga listrik No.48/kpts/1975 tentang pemberian izin usaha listrik pada PT inco (vale) telah dijelaskan bahwa seluruh pengelolan PLTA harus diberikan sepenuhhnya pada negara setelah 20 tahun kontrak karya berjalan.

“Bedasarkan Kepmen sangat jelas ketiga PLTA yang saat ini di kelola Vale harus dikembalikan pada negara, selama ini kan belum dikembalikan sehingga patut diduga negara di rugikan dalam hal itu dan mungkin hingga nilainya trilliunan rupiah,” jelasnya (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.