Berkedok Penyalur Tenaga Kerja, Terduga TPPO Terancam Dipolisikan
Makassar-makassarpena.com. Berkedok tenaga kerja, dua orang oknum perempuan lakukan eksploitasi komersial terhadap anak perempuan beberapa waktu lalu. Korban perempuan inisial PNA oleh 2 (Dua) orang perempuan terduga pelaku warga Kota Makassar yang merupakan kenalan korban diduga melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan terancam dipolisikan.
Berdasarkan pengaduan masyarakat, diketahui korban seorang perempuan PNA (19) warga Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Yayasan Bantuan Hukum Mitra Indonesia Mandiri (YBH – MIM) Kota Makassar akan melaporkan ke pihak Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel), Jumat 31/05/2024.
Korban PNA (19) mengungkapkan melalui YBH – MIM Kota Makassar menyampaikan, bahwa benar dirinya mengalami hal tersebut oleh 2 (Dua) orang terduga pelaku atas dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Korban PNA yang beberapa waktu lalu bertemu terduga pelaku R (43) di bulan September 2023, tepatnya di salah satu sudut di Kota Kendari, tempat dimana korban bekerja sebagai pemandu music/ lagu di kafe.
Pasalnya, korban inisial PNA ditawarkan oleh terduga pelaku R suatu pekerjaan, untuk bekerja di Kota Papua Nabire dengan iming-iming dan gaji yang lebih besar dan tinggi, demi membantu kehidupan keluarga ditempat tinggalnya di Kota Kendari.
Adapun kronologis kejadiannya, bermula di bulan September 2023, saat korban PNA (19) bertemu terduga pelaku R (43) di tempat karoke Club Starlite di Kota Kendari yang bekerja sebagai ladies pemandu music/lagu ditempat tersebut. Terduga pelaku R menawarkan korban PNA untuk bersedia bekerja di Papua Nabire dengan kontrak kerja selama tiga (3) bulan dengan iming-iming pendapatan besar.
Korban PNA yang bersedia, asalkan sesuai dengan apa yang disampaikan pelaku R sebelumnya. Berselang sekitar 2 (Dua) minggu kemudian, korban bertemu terduga R membahas rencana keberangkatan ke Kupang yang biayanya ditanggung oleh pihak Perusahaan Club SS, dan akhirnya korban PNA berangkat ke Kupang.
Setelah tibanya di Kota Kupang korban PNA disampaikan akan bekerja dengan kontrak selama 3 (Tiga) bulan sebagai pemandu lagu di Kafe Club SS. Selang 3 (Tiga) hari kemudian korban dihubungi oleh terduga pelaku R, dengan maksud menyampaikan, bahwa ada lowongan kerja di Kota Nabire (Wageta) sebagai pemandu lagu dengan upah perjam Rp. 150.000,- (Seratus lima puluh ribu rupiah).
Korban PNA pun setuju dengan tawaran terduga pelaku R, dan akhirnya dipesankan tiket pesawat pada tanggal 04 Oktober 2023 oleh terduga pelaku R dengan tujuan ke Kota Nabire.
Setibanya di Nabire Papua, dihari Kamis 05 Oktober 2023, korban PNA dijemput oleh terduga pelaku R di Bandara Douw Aturure Nabire dan langsung diantarkan ke rumah Boss Kafe Nanda di Pasar Kalibobo Kelurahan Kalibobo Nabire Papua.
Setelah berjumpa dengan Boss Kafe, korban PNA sempat di tinggal di rumah Boss Kafe Nanda selama 2 (Dua) hari, dikarenakan Boss berhalangan ada acara perkawinan, setelah acara perkawinan si Boss Kafe Nanda, di hari Minggu malam 08 Oktober 2023 sekitar pukul 21:00 Wita, korban PNA dibawa berangkat dari Kota Nabire ke Wagete Papua, tempat dimana korban PNA akan bekerja.
Keesokan harinya, di hari Senin 09 Oktober 2023, korban PNA memulai bekerja di Kafe Nanda sebagai pemandu lagu, selama 3 (Tiga) hari bekerja di Wagete, kemudian dirinya dipindahkan untuk bekerja di Kafe 99 di Kota Nabire, akan tetapi korban PNA menolak ajakan seorang tamu untuk BO dan secara paksa diminta untuk tanda tangan kontrak, oleh karena tidak sesuai pembicaraan awal dan harapan yang disampaikan terduga pelaku R, dimana korban PNA harus menandatangani kontrak selama empat (4) bulan.
Selanjutnya korban PNA yang tidak lagi bekerja mendapatkan informasi dari salah seorang terduga pelaku AY, bahwa dirinya telah membayarkan kepada terduga pelaku R sebesar Rp. 19.000.000,- (Sembilan belas juta rupiah) dengan alasan dikenakan finalti sebesar Rp. 13.000.000,- dan biaya tiket pesawat sebesar Rp. 6.287.000,-, sehingga korban PNA tidak lagi bekerja di tempat Kafe Boss Nanda, sedangkan pembicaraan awal, terduga pelaku R mengatakan, bahwa semua biaya ditanggung oleh pemberi kerja, yaitu Boss Kafe Nanda, dan akhirnya korban mencari pekerjaan di tempat lain di Kafe 99.
Ketua YBH – MIM Hadi Soetrisno, SH.
Lagi-lagi korban PNA bertemu dengan terduga pelaku AY yang menyampaikan, bahwa utangnya telah dia bayarkan sebesar Rp.19.000.000,- (Sembilan belas juta rupiah). Korban PNA sontak kaget dan mengetahui hal tersebut, korban bertanya kepada terduga pelaku AY tentang apa itu yang dimaksud sebesar Rp. 19.000.000,- ?, Dijawab oleh terduga AY. “Utang Tiket dan Utang Finalti, kalau utangmu tidak kamu selesaikan, maka tidak boleh pulang ke Makassar (ke tempat keluarga)”, kata terduga pelaku AY kepada korban PNA.
Korban PNA yang merasa tertipu dan dibodohi, tidak lagi merasa nyaman, oleh karena mereka, baik terduga pelaku R dan AY menganggap dirinya berutang dan harus melunasi kepada pelaku AY. Dan akhirnya korban PNA meminjam kepada seorang laki-laki inisial A uang sebesar Rp.15.000.000,- untuk membayar kepada terduga AY, barulah korban PNA dapat kembali ke Makassar.
Sementara itu, Ketua YBH – MIM Hadi Soetrisno, SH., selaku Kuasa Hukum/ Penasehat Hukum, sesuai kronologis kejadian, menanggapi dan menilai apa yang dialami dan menimpa kliennya PNA (19) adalah terindikasi adanya perbuatan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh terduga pelaku R dan AY yang secara bersama melakukan perbuatan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dirinya menambahkan, bahwa terduga pelaku terancam Pasal 2, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) juncto Pasal 297 KUHPidana (Perdangangan Wanita). Adapun ancaman jerat hukum terhadap terduga pelaku minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda minimal Rp 120 juta minimal Rp 600 juta.
Ketua YBH – MIM Hadi Soetrisno, SH., bermaksud akan melaporkan terduga pelaku inisial R dan AY ke pihak Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel dan meminta untuk benar-benar menindak lanjuti dan mengusut tuntas atas dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Berharap kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengungkap indikasi sindikat perdagangan orang berkedok penyaluran tenaga kerja secara ilegal, “tegas Hadi Soetrisno, SH.
Oleh karena hal ini sangat merugikan dari sisi kemanusiaan dan mencederai tatanan masyarakat, terlebih lagi yang dialami korban perdagangan manusia itu sendiri.
” Pastinya akan berdampak pula pada psikis dan sosial yang dialami korban inisial PNA dalam hal ini,” ungkap Ketua YBH – MIM Makassar. (*)