Selamat Jalan Jenderal Pol Syafrudin Kambo Pemerhati Wartawan yang Patut Diberi Pena Emas
Oleh Upa labuhari SH MH.
Bagi wartawan yang pernah bertugas di Polda Metro Jaya pada tahun 80-an sampai tahun 2016, dapat dipastikan mengenal sosok seorang perwira Polisi bernama Syafruddin Kambo yang dikenal dengan nama panggilan pak Syaf.
Ia amat peduli dengan keberadaan wartawan yang tergabung dalam organisasi wartawan unit Polri Polda Metro Jaya. Ia pun tidak lupa dengan semua nama wartawan yang pernah meliput kegiatan kepolisian di Lingkup Polda Metro.
Ketika ia menjabat sebagai orang ketiga di Lingkup Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya, ia tidak segan-segan mempersilahkan wartawan untuk mempergunakan ruang kerjanya untuk mempertemukan wartawan-wartawan yang berselisih pandangan dalam melaksanakan tugas.
Bahkan ia tidak segan untuk mengingatkan wartawan agar kinerja yang dilakukan tidak amburadul dan tidak semua gue dalam meliput kegiatan Kepolisian.
Ia pun tidak akan marah sangat jika anak buahnya melakukan kesalahan yang tidak terpuji sebagai anggota Polri. Ia hanya tersenyum dan mengingatkan para wartawan agar mempergunakan profesinya dengan baik dan benar.
Ketika ia selesai melaksanakan pekerjaannya sebagai ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun 2009 ia diangkat menjadi Wakapolda Sumatera Utara. Tugasnya yang begitu besar di Sumatera Utara tidak membuat dia lupa diri untuk memanggil beberapa wartawan yang dikenalnya di Jakarta untuk meliput keberadaan Kepolisian di Sumatera Utara.
Saya salah satu yang dipanggil untuk meliput waktu itu dan ketika ia menjabat Kapolda Kalimantan Selatan, pak Syaf masih memperlihatkan kepeduliannya dengan wartawan yang ada di Kalimantan Selatan.
Ketika dia diangkat menjadi Kepala Divisi Propam Mabes Polri dia masih terbuka dengan wartawan yang ingin mengetahui keberadaan divisi yang dipimpin oleh perwira tinggi berpangkat Mayor Jenderal yang lulus Akpol pada tahun 1985.
Sukses memimpin Devisi Propam Mabes Polri, ia tidak lupa dengan kawan-kawannya yang pernah bersama-sama dengannya menjalankan misi Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Ketika pergantian Kapolri Jenderal Baharudin Haiti akan dilaksanakan, maka ia dipanggil oleh Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Kapolri, tapi sebagai orang yang mengerti tentang tata krama kesenioran lingkup Polri, ia menolak untuk menjabat sebagai Kapolri pada waktu itu dengab alasan sederhana saja, masih ada seniornya yang lain yang tidak boleh dilalui begitu saja .
Seniornya yang dimaksud pada waktu itu adalah Letnan Jenderal Budi Gunawan yang sekarang adalah menteri Polkam.
Ketika menolak untuk dijadikan Kapolri menggantikan Badrudin Haiti ia bercerita kepada saya di ruang kerjanya bahwa, jabatan itu bukan ditolak sebagai pembangkangan terhadap Presiden, tetapi ia menolak karena ada seniornya yang lebih pantas yakni Budi Gunawan.
Pada waktu itulah terpilih Letnan Jenderal Tito Karnavian yang masih berusia muda dan adalah perwira tinggi yunior untuk memimpin Polri.
Ketika Tito Karnavian ditunjuk oleh Presiden untuk menjadi Kapolri beberapa perwira tinggi di Lingkup Polri menyatakan menolak keputusan Presiden. Di tengah kegelutan di Lingkup Polri itulah maju Syafrudin untuk menyatakan mendukung kebijaksanaan Presiden Jokowi yang menunjuk Tito Karnavian sebagai Kapolri.
Dukungan pak Syaf inilah yang membuat para jenderal yang semula memboikot untuk menggagalkan Karnavian sebagai Kapolri kembali ikut mendukung Tito Karnavian sebagai Kapolri.
Tito Karnavian yang menjadi Kapolri tidak lupa diri, kemudian meminta kepada Presiden, agar dirinya diperkenankan untuk menunjuk Syafruddin Kambo yang pada waktu itu menjabat sebagai Kalemdiklat Polri sebagai wakilnya.
Usulan Tito Karnavian menjadi kenyataan, sehingga kedua perwira tinggi ini bersepakat bahwa untuk mengatasi masalah Polri, maka mereka membagi dua tugas apalagi dalam rangka menentukan kenaikan pangkat bahkan disepakati pada waktu itu bahwa, Wakapolri mempunyai kewenangan untuk menseleksi perwira menengah sampai kepada mereka yang akan diangkat menjadi jenderal bintang 2, sedangkan mereka yang berbintang dua seleksinya dilakukan atau kewenangannya ada pada Tito Karnavian.
Dengan pembagian tugas inilah, maka tugas Tito dapat diselesaikan dengan baik selama 3 tahun memimpin Polri. tidak ada gejolak Polisi melakukan pemerasan, Polisi saling tembak polisi dan lain-lainnya.
Masih teringat benar ketika almarhum menjabat sebagai Kalemdilat Polri dengan pangkat jenderal berbicara kepada saya bahwa, ia menolak tawaran Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Kapolri. Mendengar cerita almarhum, saya sebagai orang yang sekampung dengan almarhum dari Sulawesi Selatan menyatakan keberatan kepada beliau karena belum pernah ada seorang perwira tinggi asal Sulawesi Selatan pada waktu itu yang menjadi Kapolri . Ia pun berkata kepada saya bahwa, tidak usah kita berkeinginan untuk menjadi Kapolri yang perlu kita ingat bagaimana membangun kampung halaman di Sulawesi.
Dia pun mengatakan kepada saya, ia sangat bercita-cita untuk menjadi Gubernur Sulawesi Barat dan saya mengatakan apa untungnya untuk menjadi Gubernur Sulawesi Barat. Lalu ia menertawai saya dan mengatakan pengetahuan anda ternyata sangat dangkal karena di Sulawesi Barat ada satu areal kawasan tambang minyak yang melebihi luas tambang minyak di Arab Saudi. Itulah yang saya cita-citakan agar saya bisa menjadi Gubernur di Sulawesi Barat.
Selain itu ia menyebutkan bahwa, kalau jabatan Kapolri tidak dipegang olehnya toh ada orang Sulawesi Selatan yang nanti akan menjadi Kapolri ternyata prediksi itu benar karena setelah Tito selesai menjabat sebagai Kapolri ia digantikan oleh Jenderal Polisi Idam Aziz seorang perwira tinggi Polri asal Sulawesi Selatan dan ia buktikan dari cerita yang diberikan pada saya. Dan ia juga membuktikan bahwa, dirinya kelak akan menjadi salah seorang menteri di era kepemimpinan Jokowi dan hal itu dibuktikannya ketika ia menjadi menteri penertiban aparatur negara.
Yang tidak bisa dibuktikan adalah ia menjadi Gubernur Sulawesi Barat yang menurutnya kampung halaman orang tuanya itu terdapat tambang minyak yang sangat luas yang sangat melebihi dari tambang minyak yang ada di Arab Saudi.
Selain keteladanan yang ditunjukkan, almarhum perwira tinggi tidak serakah dengan jabatan membukrikan bahwa dirinya sebagai seorang perwira tinggi yang sangat hormat kepada orang tuanya, khususnya kepada ibunda tercinta.
Ketika ibunya tiba di Jakarta dengan menggunakan pesawat dari Makassar pada pagi hari ia sudah ada di bandara menunggu kedatangan Ibunda yang tercinta walaupun pada waktu itu pangkatnya Letnan Jenderal.
Satu contoh teladan yang sangat jarang kita dapati pada diri seorang jenderal bahwa ia sangat hormat kepada orang tuanya khususnya kepada ibu tercinta.
Selamat jalan kawanku Jenderal Syafrudin, cita-citamu untuk membangun kampung halaman Sulawesi Barat semoga dapat ilhami oleh pejabat Gubernur Sulawesi Barat yang terpilih saat ini.
Sayangmu kepada wartawan yang ada di Polda Metro Jaya tidak pernah kami lupakan selama hayat dikandung badan. Engkau begitu peduli dengan kami, engkau juga peduli dengan pemberitaan kami jika kami melenceng dari aturan. Engkau patut diberi pena emas atas pengabdianmu yang tidak pernah kami lupakan.
Selamat jalan jenderal ku yang peduli dengan wartawan.