Catatan menyambut Hardiknas 2023
Sulawesi Selatan Tetap Mapan di Bidang Pendidikan
Oleh: A. T. Mahie
makassarpena.com. Setelah puluhan tahun merdeka, Indonesia mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang salah di dalam pengelolahan pendidikan nasional. Para pakar pendidikan berupaya menelusuri kembali bagaimana suka duka lingkup pendidikan yang tumbuh sejak penerimaan kedaulatan 27 Desember 1949.
Karena 5 tahun awal kemerdekaan, pendidikan nasional terhempas ke samping oleh amuknya perang kemerdekaan. Hingar bingar politik yang melanda demokrasi Indonesia juga menjadi salah satu penyebab perhatian pada pendidikan dan upaya meningkatkan pendidikan, mengalami erosi dahsyat dan berakibat fatal serta morat maritnya pendidikan di Indonesia.
Banyak pendapat mengemuka, carut marut bidang pendidikan merupakan konsekuensi logis dari sebuah negara berkembang yang lahir bersamaan dengan fanatisme kebangsaan dan pembangunan demokrasi.
Taman Siswa misalnya meletakkan dasar dan menata landasan pendidikan sejak dini dengan menempuh sistem membebaskan diri dari rasa terbelenggu dan berupaya menumbuhkan kemerdekaan berfikir dan berkarya, juga menempatkan kebangsaan sebagai kekuatan inti dari pendidikan. Hasilnya Taman Siswa melahirkan pemikir pejuang yang benar- benar dibutuhkan Indonesia.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan ada upaya “kebersamaan” untuk menciutkan berbagai perbedaan. Dibangunlah mitos “Dwi Tunggal” yang dibidang politik memang sangat bermanfaat bagi Indonesia pada kurun waktu itu. Akan tetapi di bidang pendidikan, mitos itu tidak tersentuh.
Tiga orang tokoh Indonesia masing-masing memiliki spesifikasi dalam menghantar Indonesia merdeka. Ki Hajar Dewantoro yang memimpin Taman Siswa memilih jalur mempersiapkan tenaga-tenaga terdidik yang terikat oleh rasa kebangsaan. Ir. Soekarno yang walaupun lahir dari sekolah-sekolah dengan kurikulum yang diciptakan oleh pemikir-pemikir Belanda, tetap melihat kondisi riil tersebut. Drs. Moh. Hatta yang jebolan Universitas Negeri Belanda memperjuangkan kemerdekaan lewat semua tatanan dengan memanfaatkan cendekiawan-cendekiawan yang tersedia.
Ketiga tokoh tersebut tidak dapat dipungkiri semuanya bernafaskan nasionalisme yang sangat kuat. Di dalam arti luapan nasionalisme hampir-hampir tidak terdapat perbedaan, namun penerapannya pada masyarakat Indonesia berbeda antara satu dengan yang lain.
Perbedaan penerapan inilah yang mendorong generasi pada tahun-tahun berikutnya disibukkan mencari formula pendidikan nasional dalam membangun Indonesia selanjutnya. Pencarian yang berujung dengan dilahirkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No.20 Tahun 2003.
Fenomena lain juga mempunyai pengaruh kuat terhadap proses pendidikan nasional adalah kemiskinan. Fenomena yang sangat besar dampaknya di bidang pendidikan. Selain biaya sekolah yang dari tahun-ketahun tidak terjangkau oleh sebagian besar rakyat Indonesia, juga sarana dan prasarana pendidikan merupakan tantangan yang sangat mendesak karena anggaran pendidikan APBD/APBN sangat minim. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan Undang-Undang 1945 yang mengamanatkan 20% dari belanja Negara harus dialokasikan ke sektor pendidikan.
Gemuruh tuntutan agar supaya pemerintah segara menyesuaikan kebutuhan anggaran pendidikan sesuai dengan prosentase yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 45 makin membahana setelah melihat hasil-hasil pendidikan yang setiap tahun makin merosot. Dibanding Negara-negara Asia Tenggara lainnya passing grade Indonesia berada di bawah Singapura, Thailand dan Malaysia.
Fenomena lain yang juga mendesak untuk ditangani secara tegas, adalah upaya untuk tetap pada jalur pikiran Indonesia adalah Negara Kesatuan yang mewajibkan perlakuan sama di bidang pendidikan secara menyeluruh di semua daerah.
Penyediaan dan pemanfaatan anggaran harus mampu menyentuh kebersamaan, mengingat perlunya dicapai hasil maksimal pendidikan yang merata untuk seluruh Indonesia. Mengingat hal ini akan berakibat langsung pada tenaga terdidik tenaga kerja yang dihasilkan.
Kenyataan sementara yang ada pada masyarakat dewasa ini adalah tenaga kerja Indonesia yang dikirim kemancanegara kualitasnya sangat rendah dibanding tenaga kerja yang masuk ke Indonesia.
Tersendatnya peningkatan anggaran pendidikan dalam APBD/APBN, menjadikan bidang pendidikan diberbagai sektor mengalami keterpurukan. Selain sarana fisik seperti gedung sekolah, pengadaan buku-buku juga kesejahteraan para guru sangat jauh dari standar yang seharusnya.
Provinsi Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pastilah tidak mungkin melepaskan diri dari fenomena pendidikan nasional. Namun berdasarkan angka-angka pada Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, upaya meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, kualitas prestasi guru dan siswa, maupun dana yang dianggarkan dari tahun-ketahun terus meningkat.
Peningkatan alokasi anggaran pendidikan yang sangat tajam sejak tahun 2008 sejak dilantiknya Paket SAYANG (Syahrul-Agus) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan periode 2008-2013, yang juga merupakan visi misi Paket H.Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’mang ketika Kampanye Pilkada Gubernur Sulawesi Selatan yang berlangsung tahun 2007.
Salah satu visi misi yang dijanjikan adalah Pendidikan Gratis bagi masyarakat di Sulawesi Selatan. Kenyataannyapun berkembang, alokasi anggaran untuk pendidikan gratis, 40 persen dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan dan 60 persen ditanggung daerah setempat. Dalam kunjungan saya ke 10 kabupaten kota di Sulawesi Selatan, banyak hal yang saya temui di bidang pendidikan sangat berhasil, diantaranya usia sekolah 6 tahun yang dahulunya 9 tahun, dan tidak ada lagi yang putus sekolah, seperti tahun-tahun sebelumnya.
Nama Sulawesi Selatan popular dengan berhasilnya Gubernur Sulawesi Selatan memperoleh Anugerah Aksara Tingkat Nasional yang diserahkan Presiden RI serta beberapa tahun lalu di Balikpapan, Kalimantan Timur. Serta menerima penghargaan Anugerah “Nawacita Legislasi” oleh Gubernur Sulawesi Selatan oleh Syahrul dari Menteri Hukum dan HAM Yassona Laolie di Jakarta Juni 2016 yang lalu menambah kepopuleran daerah ini di sektor pendidikan. Betapa tidak, Sulawesi Selatan menjadi yang terbaik di bidang Perda Penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia.
Dan bagai gayung bersambut, berakhirnya Pendidikan Gratis di Provinsi Sulawesi Selatan yang sempat berusia 7 tahun dan menjadi contoh ditingkat nasional, perekonomian di Sulawesi Selatan tumbuh dan meningkat.
Keterangan BPS Sulawesi Selatan menyebut, tahun 2015 perekonomian Sulawesi Selatan meningkat 7,96% dan kuartal ke II (April-Juni 2016) mencapai 8,05%. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan tersebut tidak terlepas dari sumbangsih dan kerjasama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan para pelaku wirausaha yang senantiasa berpacu meningkatkan pendidikan di Sulawesi Selatan yang mapan.
Ada beberapa faktor yang dapat memajukan kemapanan pendidkan selain keterlibatan pemerintah dan wirausahawan juga ketersediaan sarana dan prasarana, keberlanjutan sistem pendidikan serta kesadaran semua pihak akan pentingnya pendidikan.
Dengan mantapnya semua elemen di atas maka hal yang sangat mustahil apabila pendidikan di Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan masih tertinggal. Dan dapat dikatakan bahwa walaupun Pendidikan Gratis sudah tamat, namun petumbuhan ekonomi menjadi penopang Provinsi Sulawesi Selatan semakin mapan di bidang Pendidikan.
Demikian pula prestasi anak sekolah semakin meningkat. Pendeknya, kepedulian Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan yang dimotori Gubernur dan Wakil Gubernur terhadap pendidikan di Sulawesi Selatan memang sudah dapat acuan jempol, baik di daerah Sulawesi Selatan sendiri maupun ditingkat nasional, bahkan Pendidikan Gratis yang pernah dicanangkan di Sulawesi Selatan dan mapan, menjadi contoh bagi Provinsi lainnya di Indonesia.
Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan saat ini Andi Sudirman Sulaiman sebagai pelanjut estafet kepemimpinan Sulawesi Selatan 2018-2023 mampu mempertahankan apa yang dicapai Sulawesi Selatan di bidang Pendidikan. Ringkasnya Sulawesi Selatan tetap mapan di bidang Pendidikan.